Kantin Halal Masih Menunggu Sertifikasi

12 September 2017
Comments: 0
Category: Kegiatan
12 September 2017, Comments: 0

[:id]Malang, PERSPEKTIF – Bersamaan dengan perubahan tata kelola kantin di Universitas Brawijaya (UB) menjadi tersentralisasi, UB mencanangkan konsep kantin akademik halalan thayyiban, dengan Kantin Perpustakaan sebagai pilot projectnya. Konsep kantin akademik halalan thayyiban dijadikan sebagai standart makanan pada semua kantin di UB.

Suprayogi, Manajer Umum UB Kantin, menuturkan bahwa ia sudah melakukan sosialisasi mengenai konsep kantin akademik halalan thayyiban dengan mengundang para penyewa dari Fakultas.

Yogi menerangkan untuk proses sertifikasi sendiri ada auditor eksternal yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur dan Unit Jaminan Mutu dari internal UB.

“Kita sudah ke MUI cuman kita masih menunggu proses audit dan sertifikasi, tetapi tenant sudah kita bimbing terkait makanan halal. Hanya memang untuk mendapatkan selembar sertifikat kita masih proses,”ungkapnya pada (22/3)

Sukoso, Ketua Pusat Studi Halalan Thoyyib, mengungkapkan bahwa UB menerapkan konsep kantin akademik halalan thayyiban, karena didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kehalalan pangan.

“Jadi melakukan sesuatu, kalau saya, ada dasarnya. Undang-undang nomor 33 Tahun 2014. Dan itu harus, pesan undang-undang direalisasikan 5 tahun setelah diundangkan. 2019 wajib semua produk harus ada keterangannya disitu,” terangnya

Di sisi lain, Anang Sujoko, Wakil Dekan II, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB, mengakui bahwa sampai saat ini kantin di FISIP belum menerapkan konsep halalan thayyiban.

“Untuk halal kita telah mensyaratkan, tetapi kalau thayyiban itu merupakan rangkaian dari Badan Usaha non-Akademik nanti yang akan mensuplai. Sehingga barang-barang ada dijamin kehalalan, kemudian thayyib juga bisa diberi jaminan karena suplai. Apakah dari mereka sendiri atau bagaimana mekanisme itu belum disepakati,” tuturnya pada (22/3)

Untuk mengurus sertifikasi setidaknya mengeluarkan uang sejumlah tiga juta rupiah untuk mendatangkan auditor. “Kalau tidak salah tiga juta per stand,di UB ada sekitar 150 stand. Untuk pembayaran pihak UB yang membayarkan,” ujar Suprayogi.

Konsep kantin akademik halalan thayiban ini juga berdampak bagi mahasiswa yang berjualan, karena yang ikut pelatihan sertifikasi makanan hanya terbatas pada pedagang saja.

“Mahasiswa yang berjualan itu harus mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan jadi semua harus bersertifikasi halal terlebih lagi bahan baku yang digunakan  harus sudah bersertifikasi halal tidak hanya halal tetapi juga soal thayyib yaitu soal kebersihan,”tambah Suprayogi.

Suprayogi menambahkan bagi mahasiswa yang berjualan alangkah lebih baik jika mahasiswa itu menitipkan barangnya atau bergabung dengan kantin yang sudah resmi ada di fakultas atau universitas di bawah UB kantin.

Menanggapi hal itu Anang Sujoko, merasa dilema dalam menyikapinya. “Di satu sisi mereka membutuhkan tambahan uang untuk hidup, di satu sisi lain mereka juga belum tahu kepastian masalah kesehatan. Paling tidak kita melakukan upaya edukasi, karena siapa yang jualan tidak izin kita seperti yg menaruh jualan kue di gazebo kita tidak tahu,” pungkasnya.

 

http://lpmperspektif.com/2017/04/04/kantin-halal-masih-menunggu-sertifikasi/[:]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

12 September 2017
Comments: 0
Category: Activites
12 September 2017, Comments: 0

Malang, PERSPEKTIF – Along with the change of cafeteria governance in UB becomes centralized, UB proclaims an academic canteen concept of halal thayyiban, with Library Cafeteria as its pilot project. The concept of academic canteen halalan thayyiban serve as the standard of food at all canteen in UB.

Suprayogi, General Manager of UB Kantin, said that he has done socialization about the concept of academic canteen halalan thayyiban by inviting the tenants of the Faculty.

Yogi explained for the certification process itself there are external auditors namely Majelis Ulama Indonesia (MUI) East Java Province and Quality Assurance Unit from internal UB.

“We have been to the MUI but we are still waiting for the audit and certification process, and we have guided tenant related halal food,” he said on (22/3)

Sukoso, Head of the Thoyyib Halal Study Center, revealed that UB applied the concept of the academic canteen of the thayyiban, as it was based on legislation governing food safety.

“So to do something, must have a basis. Law No. 33 of 2014, and it is legal law to be realized 5 years after being enacted. So, in 2019 is mandatory for all products, there is some explanation, “he explained

On the other hand, Anang Sujoko, Vice Dean II, Faculty of Social and Political Sciences (FISIP) UB, admitted that until now the canteen in FISIP has not implemented the concept of the thayyiban.

“For halal we have required, but if the thayyiban is a series of non-academic Business Entities that will supply the materials. So the materials must be halal, then the thayyib can also be guaranteed as a supply. Whether from themselves or how the mechanism work has not yet been agreed, “he said on (22/3)

To take certification, at least three million rupiah to bring in auditors. “If not wrong three million per stand, in UB there are about 150 booths and payed by UB, “said Suprayogi.

The academic canteen concept of halal thayiban also has an impact for re-seller students, because those who participate in food certification training are limited to the merchants only.

“Re-seller students must comply with the rules that have been set so all must be halal certified even raw materials used must have been certified halal not only halal but also thayyib and hygiene,” added Suprayogi.

Suprayogi added for Re-seller students it would be much better if entrusted his goods or join the cafeteria that has been officially in the faculty or university under UB canteen.

Responding to that Anang Sujoko, felt the dilemma in reacting. “On the one hand they need extra money to live, on the other hand they also do not know the certainty of health problems. At least we make educational efforts, because who do not sell our permits like putting cake in the gazebo we do not know, “he concluded.

http://lpmperspektif.com/2017/04/04/kantin-halal-masih-menunggu-sertifikasi/[:]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *